Minggu, 13 Mei 2012

Warisan Leluhur Dana Mbojo

La Lino

Satu lagi kekayaan warisan leluhur Dana Mbojo yang luput dari pengetahuan public.Kekayaan tak ternilai itu adalah sebuah Mushaf Alqur’an yang dijuluki La Lino.

Saat ini, warisan dari abad 17 M itu menjadi koleksi Museum Baitul Qur’an Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. La Lino ditulis oleh Syekh Subur, seorang Imam Masjid Kesultanan Bima sekaligus guru dari Sultan Alaudin yang memerintah pada 1731 -1748 M. 



Selanjutnya jejak syekh Subur dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdul Gani Bima, guru besar di Madrasah Haramayn Masjidil Haram di penghujung abad 19.
Sultan Alaudin sangat berjasa dalam memprakarsai penulisan Alqur’an yang menjadi salah satu dari sekian banyak monument dan jejak kejayaan Islam di Bumi Maja Labo Dahu ini. Pada masa pemerintahannya, perkembangan ilmu tasauf dan fiqih sangat pesat. Banyak kitab-kitab tasauf dan fiqih juga yang dihasilkan pada masa itu. Karena perhatian Alaudin pada Islam cukup besar dan memberikan peluang kepada ulama untuk terus melakukan dakwah Islamiyah.


Kenapa dinamakan La Lino ? dari segi etimologi, Lino berarti membasahi atau mengairi. Kata “Lino” dalam pengertian Bima berarti tumpah ruah, memenuhi dan menaungi. Pada intinya Lino adalah ungkapan yang menjurus kepada air dan hamparan samudera yang luas. Sedangkan kata awal La lebih tertuju pada orang, atau dalam bahasa Indoensia identik dengan “ Si”. Misalnya La Ahmad ( Si Ahmad), La Abas(Si Abas) dan lain-lain.

Nama yang mengarah ke air adalah kerangka syariat. Jadi La Lino adalah nama yang berwawasan syariat ( Muslimin Hamzah, Ensiklopedia Bima, 50). 
La Lino juga adalah bagian dari ekspresi sufistik dan tasauf yang berkembang pesat di Bima pada abad 17 M. Menurut para sufi, syariat adalah jalan menuju sumber air.jasmani manusia dan seluruh mahluk hidup membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun membutuhkan air kehidupan. Alqur’an menguraikan seandainya segala pepohonan yang ada di muka bumi ini dijadikan kalam, dan lautan ditambah tujuh lautan lagi dijadikan tintanya, tak aka nada habisnya kalimat Allah itu. Sungguh Tuhan Maha Perkasa, Maha bijaksana (QS.31: 27)

Penggunaan “air” dalam perjalanan jiwa menuju tuhan juga sering dilukiskan oleh para penyair sufi ternama seperti jalaluddin Rumi hingga Muhammad Iqbal. Schimel dalam analisisnya terhadap karya Rumi, Diwan mengungkapkan, perjalanan itu akan membawa jiwa manusia ke puncak-puncak “kibriya” yang bercahaya, yaitu keagungan tuhan, dan akhirnya ke’adam’,jurang Zat Ilahi yang tiada batasnya.(Schimel, dalam Diwan jalaluddin Rumi).

Menurut Muslimin Hamzah, La Lino dihiasi ukiran ragam hias yang bernuansa Islami, cukup detail dan kaya ekspresi. Tanda bacanya memadukan warna emas,merah,hijau, biru dan kuning. Kini tersimpan rapi di Museum Baitul Qu’an TMII Jakarta dan menjadi asset bangsa Indonesia. jika kita kalkulasi umur Mushab La Lino, maka usianya hingga kini berarti telah mencapai lebih dari 3 Abad, sebuah rentang usia yang telah menjadi pengawal pasang surut peradaban Islam di Bima, Indonesia, bahkan dunia.

Sumber : alan 
http://alanmalingi.wordpress.com

========================================================================

 Mpa’a Ngge’e Dan Kali Amba

Mpa’a Ngge’e  terdiri dua kata, yaitu Mpa’a dan Ngge’e. Mpa’a berarti bermain, Ngge’e artinya “Tinggal”, dalam pengertian “Tempat Tinggal” dalam hal ini “Rumah”.Jadi Mpa’a Ngge’e adalah jenis dolanan yang meniru cara Ibu bersama Putri-putrinya dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti Mbako Ro Lowi (Memasak), atau sedang menyuguhkan hidangan untuk Orang tua dan keluarga. 

Sedangkan Kali Amba terdiri dari dua kata “Kali” dalam hal ini adalah “Bagai” atau ‘Seperti”, Amba berarti “Pasar”. Jadi Mpa’a Kali Amba berarti permainan yang bertemakan kegiatan jual beli seperti dipasar.

Mpa’a Ngge’e dominan dimainkan oleh sekelompok anak-anak putri, kehadiran anak laki-laki terbatas jumlahnya. Usia pemain antara 6-12 tahun. Biasanya permainan ini dilakukan pada waktu senggang, dikala anak-anak beristirahat. Berlangsung di halaman rumah atau diserambi rumah. Jumlah pemain sekitar 4-6 orang, kalau jumlah pemain terlalu banyak akan mengganggu jalannya permainan. Bagi yang tidak terpilih menjadi pemain, boleh membentuk kelompok bermain sendiri.
Mpa’a Ngge’e termasuk kesenian jenis Teater Anak. Anak-anak akan mengikuti kegiatan ibu dan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, melalui dialog dan mimik serta ekspresi yang sesuai dengan perannya. Ada yang berperan sebagai ibu, ada yang bermain sebagai anak. Pada umumnya tema yang dimainkan pada Mpa’a Ngge’e adalah mengenai peran ibu bersama anak-anak ketika memasak atau membersihkan rumah dan halaman. Dengan gaya khasnya, mereka mampu melakoni perannya dengan baik, tanpa dilatih sebelumnya.


Perlu dimaklumi bahwa Mpa’a Ngge’e tidak diiringi dengan pengiring, baik lagu maupun instrumen. Sampai kini Mpa’a Ngge’e masih digemari oleh anak-anak dari seluruh lapisan masyarakat baik yang ada di Kota maupun di Desa.Sama dengan pendukung dan jalannya permainan Mpa’a Ngge’e. Yang berbeda hanya tema atau isi cerita. 

Tema pada Mpa’a Kali Amba adalah tentang kegiatan atau kesibukan para ibu yang sedang berjual beli kebutuhan sehari-hari. Semua pemain berdialog disertai akting yang sesuai perannya. Seperti halnya Mpa’a Ngge’e, keberadaan Mpa’a Kali Amba, masih tetap dicintai dan disenangi oleh anak-anak. Permainan ini tidak diikuti oleh musik pengiring.(Permainan Rakyat Tradisional Bima-Dompu, m.hilir ismail & alan malingi)

Sumber : alan 
http://alanmalingi.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar