La Lino
Satu
lagi kekayaan warisan leluhur Dana Mbojo yang luput dari pengetahuan
public.Kekayaan tak ternilai itu adalah sebuah Mushaf Alqur’an yang
dijuluki La Lino.
Saat ini, warisan dari abad 17 M itu menjadi koleksi Museum Baitul Qur’an Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. La Lino ditulis oleh Syekh Subur, seorang Imam Masjid Kesultanan Bima sekaligus guru dari Sultan Alaudin yang memerintah pada 1731 -1748 M.
Saat ini, warisan dari abad 17 M itu menjadi koleksi Museum Baitul Qur’an Taman Mini Indonesia Indah Jakarta. La Lino ditulis oleh Syekh Subur, seorang Imam Masjid Kesultanan Bima sekaligus guru dari Sultan Alaudin yang memerintah pada 1731 -1748 M.
Selanjutnya jejak syekh Subur dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdul Gani Bima, guru besar di Madrasah Haramayn Masjidil Haram di penghujung abad 19.
Sultan Alaudin sangat berjasa dalam memprakarsai penulisan Alqur’an
yang menjadi salah satu dari sekian banyak monument dan jejak kejayaan
Islam di Bumi Maja Labo Dahu ini. Pada masa pemerintahannya,
perkembangan ilmu tasauf dan fiqih sangat pesat. Banyak kitab-kitab
tasauf dan fiqih juga yang dihasilkan pada masa itu. Karena perhatian
Alaudin pada Islam cukup besar dan memberikan peluang kepada ulama untuk
terus melakukan dakwah Islamiyah.
Kenapa dinamakan La Lino ? dari segi etimologi, Lino berarti membasahi atau mengairi.
Kata “Lino” dalam pengertian Bima berarti tumpah ruah, memenuhi dan
menaungi. Pada intinya Lino adalah ungkapan yang menjurus kepada air dan
hamparan samudera yang luas. Sedangkan kata awal La lebih tertuju pada
orang, atau dalam bahasa Indoensia identik dengan “ Si”. Misalnya La
Ahmad ( Si Ahmad), La Abas(Si Abas) dan lain-lain.
Nama yang mengarah ke air adalah kerangka syariat. Jadi La Lino
adalah nama yang berwawasan syariat ( Muslimin Hamzah, Ensiklopedia
Bima, 50).
La Lino juga adalah bagian dari ekspresi sufistik dan tasauf
yang berkembang pesat di Bima pada abad 17 M. Menurut para sufi, syariat
adalah jalan menuju sumber air.jasmani manusia dan seluruh mahluk hidup
membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Ruhaninya pun membutuhkan
air kehidupan. Alqur’an menguraikan seandainya segala pepohonan yang ada
di muka bumi ini dijadikan kalam, dan lautan ditambah tujuh lautan lagi
dijadikan tintanya, tak aka nada habisnya kalimat Allah itu. Sungguh
Tuhan Maha Perkasa, Maha bijaksana (QS.31: 27)
Penggunaan “air” dalam perjalanan jiwa menuju tuhan juga sering
dilukiskan oleh para penyair sufi ternama seperti jalaluddin Rumi hingga
Muhammad Iqbal. Schimel dalam analisisnya terhadap karya Rumi, Diwan
mengungkapkan, perjalanan itu akan membawa jiwa manusia ke puncak-puncak
“kibriya” yang bercahaya, yaitu keagungan tuhan, dan akhirnya
ke’adam’,jurang Zat Ilahi yang tiada batasnya.(Schimel, dalam Diwan
jalaluddin Rumi).
Menurut Muslimin Hamzah, La Lino dihiasi ukiran ragam hias yang
bernuansa Islami, cukup detail dan kaya ekspresi. Tanda bacanya
memadukan warna emas,merah,hijau, biru dan kuning. Kini tersimpan rapi
di Museum Baitul Qu’an TMII Jakarta dan menjadi asset bangsa Indonesia.
jika kita kalkulasi umur Mushab La Lino, maka usianya hingga kini
berarti telah mencapai lebih dari 3 Abad, sebuah rentang usia yang telah
menjadi pengawal pasang surut peradaban Islam di Bima, Indonesia,
bahkan dunia.
Sumber : alan
http://alanmalingi.wordpress.com
========================================================================
Mpa’a Ngge’e Dan Kali Amba
Mpa’a
Ngge’e terdiri dua kata, yaitu Mpa’a dan Ngge’e. Mpa’a berarti
bermain, Ngge’e artinya “Tinggal”, dalam pengertian “Tempat Tinggal”
dalam hal ini “Rumah”.Jadi Mpa’a Ngge’e adalah jenis dolanan yang meniru
cara Ibu bersama Putri-putrinya dalam melakukan kegiatan sehari-hari
seperti Mbako Ro Lowi (Memasak), atau sedang menyuguhkan hidangan untuk
Orang tua dan keluarga.
Sedangkan Kali Amba terdiri dari dua kata “Kali”
dalam hal ini adalah “Bagai” atau ‘Seperti”, Amba berarti “Pasar”. Jadi
Mpa’a Kali Amba berarti permainan yang bertemakan kegiatan jual beli
seperti dipasar.
Mpa’a Ngge’e dominan dimainkan oleh sekelompok anak-anak putri,
kehadiran anak laki-laki terbatas jumlahnya. Usia pemain antara 6-12
tahun. Biasanya permainan ini dilakukan pada waktu senggang, dikala
anak-anak beristirahat. Berlangsung di halaman rumah atau diserambi
rumah. Jumlah pemain sekitar 4-6 orang, kalau jumlah pemain terlalu
banyak akan mengganggu jalannya permainan. Bagi yang tidak terpilih
menjadi pemain, boleh membentuk kelompok bermain sendiri.
Mpa’a Ngge’e termasuk kesenian jenis Teater Anak. Anak-anak akan
mengikuti kegiatan ibu dan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari,
melalui dialog dan mimik serta ekspresi yang sesuai dengan perannya. Ada
yang berperan sebagai ibu, ada yang bermain sebagai anak. Pada umumnya
tema yang dimainkan pada Mpa’a Ngge’e adalah mengenai peran ibu bersama
anak-anak ketika memasak atau membersihkan rumah dan halaman. Dengan
gaya khasnya, mereka mampu melakoni perannya dengan baik, tanpa dilatih
sebelumnya.
Perlu dimaklumi bahwa Mpa’a Ngge’e tidak diiringi dengan pengiring, baik lagu maupun
instrumen. Sampai kini Mpa’a Ngge’e masih digemari oleh anak-anak dari
seluruh lapisan masyarakat baik yang ada di Kota maupun di Desa.Sama
dengan pendukung dan jalannya permainan Mpa’a Ngge’e. Yang berbeda hanya
tema atau isi cerita.
Tema pada Mpa’a Kali Amba adalah tentang kegiatan
atau kesibukan para ibu yang sedang berjual beli kebutuhan sehari-hari.
Semua pemain berdialog disertai akting yang sesuai perannya. Seperti
halnya Mpa’a Ngge’e, keberadaan Mpa’a Kali Amba, masih tetap dicintai
dan disenangi oleh anak-anak. Permainan ini tidak diikuti oleh musik
pengiring.(Permainan Rakyat Tradisional Bima-Dompu, m.hilir ismail & alan malingi)
Sumber : alan
http://alanmalingi.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar